Suara Muda

Program Potensial Ekonomi Hijau di Sektor Pertanian Indonesia

Ilustrasi lahan pertanian. [pexels]

Meskipun memiliki daya tahan yang tinggi terhadap krisis selama pandemi Covid-sektor pertanian tak terhindar dari pengaruh perubahan iklim. Bahkan, dampak seperti pergeseran musim yang menyebabkan tidak dapat diterapkannya waktu tanam konvensional sudah terasa belakangan ini. 

Kenaikan suhu dan perubahan pola hujan yang terjadi telah menyebabkan daerah yang potensial bagi budi daya komoditas pangan menjadi kurang optimal. Bahkan, mengalami penurunan produktivitas tanaman. Alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman pun menjadi tantangan yang harus dihadapi.
  
Selain itu, meningkatnya suhu udara diperkirakan akan menyebabkan penurunan produktivitas padi di berbagai wilayah. Setiap kenaikan suhu 1oC diperkirakan akan menurunkan produksi padi sebesar 0,6 ton/ha. 

Penurunan ini tidak mampu dikompensasi oleh peningkatan produktivitas akibat kenaikan CO2, terutama saat musim kemarau. Secara umum, berbagai kajian mengindikasikan bahwa kenaikan suhu udara global memberikan konsekuensi yang serius, tidak saja terkait dengan sistem metabolisme dan daya adaptasi tanaman, tetapi juga terhadap berbagai unsur iklim. 

Misalnya saja kecenderungan perubahan curah hujan. Jika kenaikan suhu lebih dari 2oC maka dampak perubahan iklim akan sulit diatasi (Kementan, 2021).

Di tengah ancaman dampak iklim yang mengintai, sektor pertanian memegang peran penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini merupakan sumber pangan yang sangat esensial untuk konsumsi manusia. 

Sektor ini juga menjadi sumber bahan baku industri manufaktur, khususnya industri makanan dan minuman, yang menjadi kontributor terbesar sektor manufaktur, yakni sebesar 33%. 

Selain itu, sektor pertanian, khususnya subsektor perkebunan, dan industri manufaktur yang berkaitan, menjadi sumber utama penerimaan utama devisa ekspor. Sektor tersebut juga merupakan penyerap tenaga kerja paling besar, mencapai 30% dari total angkatan kerja pada 2020.

Meski perannya sangat substansial, pendapatan di sektor pertanian masih sangat rendah jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Hal ini membuat insentif bekerja di sektor pertanian relatif rendah dari sektor lainnya. 
Menilik dari Nilai Tukar Petani (NTP) beberapa tahun terakhir yang relatif stagnan di kisaran angka 100, yang berarti tingkat penerimaan dan pengeluaran petani hampir sama, nyaris tidak ada pendapatan sisa untuk ditabung. Tingkat kemiskinan juga paling banyak berada di sektor pertanian, yakni sebesar 46,3% dari total penduduk miskin tahun 2020. 

Dalam sektor manufaktur, peran sektor pertanian juga relatif belum optimal dalam memenuhi kebutuhan industri, sehingga pelaku usaha masih bergantung pada impor.

Sektor ini juga menjadi salah satu penyebab utama deforestasi. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan ekosistem menyerap produksi karbon yang dihasilkan manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan program yang mampu mendorong pengembangan potensi sektor pertanian dan mengatasi persoalan-persoalan di sektor tersebut secara simultan. 

Salah satu usulan program untuk mencapai tujuan tersebut adalah Program Kerja Peremajaan Komoditas Perkebunan (Faisal dan Hasan, 2020). 

Program ini dimaksudkan untuk meremajakan beberapa komoditas pertanian, seperti kelapa sawit, kakao, kopi, dan karet, yang sudah tidak produktif karena tua ataupun rusak dan memberikan cash transfer kepada petani yang melakukan peremajaan tanaman. 

Program ini membawa manfaat karena dapat meningkatkan produksi komoditas perkebunan, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan memberikan pendapatan tambahan petani.

Peningkatan produktivitas perkebunan tersebut juga akan mendorong sektor manufaktur nasional, termasuk mendukung upaya pemerintah meningkatkan penggunaan bahan bakar biodiesel yang bersumber dari kelapa sawit. Program tersebut juga akan mendorong praktik intensifikasi lahan, sehingga menekan angka deforestasi karena ekstensifikasi lahan. 

Program Peremajaan Komoditas Perkebunan diharapkan mampu menjadi pelengkap dari program Pertanian Cerdas Iklim (Climate Smart Agriculture/CSA) yang telah dikembangkan Kementerian Pertanian. Kegiatan inti dari CSA sendiri berbentuk rehabilitasi lahan bekas tambang untuk pembangunan pertanian dan pengembangan komoditas perkebunan berbasis pertanian organik. 

Selain itu, CSA juga memiliki kegiatan pendukung berupa penerapan model perkebunan rendah emisi karbon, pemberdayaan masyarakat dalam rangka pencegahan dan pengendalian kebakaran lahan dan kebun, penelitian inovasi dan teknologi sumber daya lahan pertanian untuk mitigasi perubahan iklim, dan lain-lain. 

Maka dari itu, program CSA memiliki manfaat yang sejalan dengan usulan Program Peremajaan Komoditas Perkebunan berupa peningkatan produktivitas dan pendapatan pertanian secara berkelanjutan, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,serta pengurangan emisi gas rumah kaca.