Dalam dinamika ekonomi global yang terus berubah, biaya pendidikan tinggi menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi banyak negara, tidak terkecuali Indonesia.
Fenomena biaya pendidikan 'mahal' diperparah oleh meningkatnya penetrasi aplikasi pinjaman online (pinjol) ilegal. Jadi rahasia umum mereka mematok bunga pinjaman yang tak masuk akal.
Biaya pendidikan tinggi disusul pinjol ilegal yang meresahkan belakangan melahirkan turunan masalah pelik: student loan atau pinjaman pendidikan.
Masalah ini kian hangat diperbincangkan belakangan ini, terutama ketika viralnya kasus di salah satu PTN ternama di Indonesia yang melibatkan aplikasi pinjol dalam sistem pembayaran uang perkuliahan kampus/SPP.
Lantas bagaimana posisi generasi muda melihat kondisi ini? Mari kita bahas dalam artikel singkat ini.
Perlu ditelisik terkait penerapan kebijakan student loan yang sudah dilakukan oleh beberapa negara. Tentunya, tidak secara otomatis kalau kebijakan tersebut dianggap berhasil, atau solutif dalam menjawab permasalahan biaya pendidikan yang semain tinggi. Dengan kata lain, bukan tanpa cela.
Dalam banyak kasus seperti di Amerika Serikat, student loan pada akhirnya menjadi pilihan mati bagi beberapa kelas sosial mahasiswa. Bermula dari sebuah kebijakan menjelma menjadi satu-satunya pilihan untuk membayar biaya pendidikan. Kebijakan ini ikut disambut oleh Indonesia.
Alih-alih sebagai solusi biaya kampus yang semakin mahal student loan dari pinjol ini malah membuat mahasiswa merasa dipaksa untuk mengambil pinjaman dengan bunga tinggi ditengah ketidakberdayaannya untuk membayar biaya pendidikan.
Ujungnya sudah dapat ditebak. Pinjaman ini malah menjadi beban yang terus menghantui, yang dalam beberapa kasus mencekik “korban” bahkan hingga setelah ia telah lulus.
Kelas menengah adalah kelompok yang paling rentan terhadap eksploitasi dari keadaan yang tidak menguntungkan ini. Dengan bantuan pemerintah yang biasanya hanya berfokus pada kelas bawah (miskin), kelas menengah harus bisa struggle menghadapi masalahnya mereka sendiri.
Tak jarang pinjol menjadi solusi akhir yang terpaksa diambil. Namun sekali masuk ke dalam lingkaran setan utang ini, bahaya latennya adalah sulit untuk keluar. Tingginya bunga, persyaratan pengembalian yang ketat, dan kurangnya pemahaman tentang implikasi jangka panjang dari pinjaman tersebut semakin memperparah situasi.
Ironisnya, pendidikan yang seharusnya menjadi jalan untuk mengangkat kualitas hidup justru menjadi beban yang menyesakkan. Maraknya pinjol ilegal yang semakin mengkhawatirkan di Indonesia sepertinya perlu medapatkan porsi perhatian yang lebih banyak untuk saat ini.
Meskipun pemerintah telah mencoba untuk mengatur pinjol legal, banyak aplikasi ilegal yang masih beroperasi tanpa izin resmi dan dengan praktik yang merugikan bagi konsumen. Pinjol ilegal seringkali menetapkan bunga yang sangat tinggi, bahkan mencapai tingkat yang tidak masuk akal, serta mengeksploitasi kebutuhan mendesak individu yang tidak memiliki akses ke layanan keuangan tradisional.
Faktanya, Pinjol ilegal ini memanfaatkan keadaan ekonomi yang rapuh dari banyak individu yang kesulitan memperoleh pinjaman dari bank atau lembaga keuangan resmi lainnya. Mereka menawarkan solusi cepat dan mudah tanpa mempertimbangkan implikasi jangka panjang bagi para peminjam. Akibatnya, banyak konsumen terjebak dalam lingkaran utang yang sulit untuk mereka kelola, memperparah masalah finansial mereka. Kita perlu belajar dari China dalam meregulasi pinjol dan perusahaannya dengan lebih ketat, misalnya terkait administrasi usaha dan besaran bunga pinjamannya.
Ketika kita membahas permasalahan biaya pendidikan, kita juga tidak bisa mengabaikan paradoks pendidikan di Indonesia. Di satu sisi, ada upaya pemerintah untuk meningkatkan akses pendidikan melalui program beasiswa, bantuan pendidikan, dan berbagai kebijakan lainnya.
Namun, di sisi lain, masih banyak terjadi kesenjangan yang besar antara akses dan kualitas pendidikan. Banyak masyarakat, terutama di daerah pedesaan dan perkotaan miskin, masih mengalami kesulitan untuk mengakses pendidikan yang berkualitas.
Infrastruktur pendidikan yang kurang memadai, kurangnya tenaga pendidik yang berkualifikasi, dan berbagai faktor lainnya menjadi hambatan bagi mereka untuk memperoleh pendidikan yang layak. Akibatnya, mereka yang terpinggirkan ini akan semakin jauh peluang-peluang ekonomi dan sosial yang lebih baik dan sangat rentan terjerat pinjol yang memberatkan.
Melihat gambaran yang kompleks ini, diperlukan solusi yang lebih komprehensif untuk mengatasi permasalahan student loan, maraknya pinjol ilegal, dan paradoks pendidikan di Indonesia.
Hal pertama yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan, termasuk pendanaan pendidikan dan kurikulum, untuk memastikan bahwa pendidikan yang diberikan berkualitas dan relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
Ini akan membantu mengurangi tekanan biaya pendidikan tinggi yang menjadi faktor pendorong utama dalam pengambilan pinjaman pendidikan.
Selain itu, pemerintah juga harus mengambil langkah-langkah yang lebih tegas dalam mengatur industri pinjol. Regulasi yang ketat dan penegakan hukum yang efektif diperlukan untuk mengendalikan praktik ilegal yang merugikan konsumen. Pemberian lisensi kepada pinjol yang telah memenuhi standar yang ditetapkan dan pengawasan yang ketat terhadap operasional mereka juga diperlukan untuk melindungi konsumen dari eksploitasi.
Di samping itu, pendidikan keuangan harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan. Mahasiswa perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang manajemen keuangan, termasuk risiko dan implikasi dari pengambilan pinjaman, serta alternatif lain untuk membiayai pendidikan mereka.
Langkah ini akan membantu mengurangi ketergantungan pada pinjol ilegal dan menghasilkan generasi yang lebih bertanggung jawab secara finansial. Yang tidak kalah penting, pengembangan infrastruktur pendidikan dan pemberdayaan masyarakat dalam mengakses pendidikan yang berkualitas juga perlu diperkuat. Program beasiswa, bantuan pendidikan, dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan juga harus diperluas untuk memastikan bahwa semua lapisan masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan yang berkualitas.
Terakhir, sebagai generasi muda juga berperan penting dalam mengatasi permasalahan ini. Tentu kita perlu mendorong agar perjalanan mencari solusi untuk permasalahan student loan, maraknya pinjol ilegal, dan paradoks pendidikan di Indonesia, dapat terjalin kerja sama yang kokoh antara pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat, dan sektor swasta.
Hanya dengan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Kita sebagai generasi muda, kita adalah agen perubahan yang dapat memainkan peran aktif dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan keuangan, mengadvokasi untuk regulasi yang lebih ketat terhadap pinjol ilegal, dan berkontribusi dalam pengembangan program-program pendidikan yang lebih baik dan lebih terjangkau.
Dengan kerja sama, kesadaran, dan komitmen bersama, kita akan dapat menyelesaikan permasalahan ini secara bertahap dan menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi pendidikan di Indonesia. Semoga.
Penulis: I Gusti Made Teddy Pradana (Mahasiswa Pascasarjana Teknik Industri Pertanian, IPB University)