Pemasangan Panel Surya di Kantor Pemerintah dan Jalan Umum (Kebijakan pada Sektor Energi) dalam pelaksanaan PRK, sektor energi, termasuk subsektor energi, transportasi, dan IPPU (Industrial Process and Product Use), difokuskan untuk melakukan pengembangan energi baru terbarukan dan efisiensi penggunaan energi.
Berlandaskan Perpres 61 Tahun 2011 yang saat ini telah diganti dengan Perpres 98 Tahun 2021, aksi mitigasi pada sektor energi mencakup penerapan mandatory manajemen energi untuk pengguna padat energi, kemitraan konservasi energi, pembangunan jaringan gas rumah tangga, penyediaan dan pengelolaan energi baru terbarukan serta konservasi energi (PLTP, PLTMH, PLTM, PLTS, PLT Hybrid, PLT Biomasa), Desa Mandiri Energi (DME), Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE), dan program lain yang mendukung.
Di samping upaya mitigasi di bawah Perpres 61 Tahun 2011, pembangunan sektor energi juga bersinergi dengan sektor-sektor lain. Misalnya melalui pemanfaatan biodiesel, penerapan Inpres 13 Tahun 2011 tentang penghematan energi dan air, sinergi dengan sektor kelistrikan untuk pembangunan PLTA, penggunaan clean coal technology pada pembangkit listrik, penggunaan cogeneration pada pembangkit listrik, dan pembangunan penerangan jalan umum cerdas.
Berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka PRK sektor energi di atas diklaim mampu berkontribusi terhadap penurunan emisi GRK sebesar 64.857.377,18 ton CO2e selama dua tahun (KLHK, 2018). Pada dua tahun berikutnya (2018-2019), kontribusi sektor energi terhadap penurunan emisi GRK rata-rata sebesar 3,35 persen terhadap BaU baseline nasional (Bappenas, 2020b).
Di samping berkontribusi besar dalam menghasilkan emisi, sektor energi memiliki peran signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2020, rasio elektrifikasi nasional telah mencapai 99,2%. Meskipun demikian, sumber bahan bakar kelistrikan nasional masih sangat bertumpu pada energi fosil terutama batubara (67,21%), gas (15,96%), dan BBM (2,7%) alam .
Produksi listrik yang berasal dari energi terbarukan, seperti tenaga air, surya, angin, dan panas bumi masih relatif rendah dan cenderung tumbuh lambat. Pada tahun 2022, bauran energi baru terbarukan (EBT) mencapai 14,11% di sektor pembangkit listrik Indonesia, meningkat dari tahun sebelumnya 13,65%.
Dalam rangka mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan meningkatkan penggunaan EBT, salah satu usulan program yang dapat dilakukan adalah pemasangan panel surya pada kantor instansi pemerintah dan jalan umum (Faisal dan Hasan, 2020). Pada tahun 2021, konsumsi untuk kelompok sosial seperti gedung pemerintah dan penerangan jalan umum mencapai 16.918,81 GWh atau 6,57% dari konsumsi listrik nasional (PLN, 2022).
panel surya sebagai sumber energi listrik alternatif memiliki beberapa kelebihan berupa: (1) penurunan produksi karbon nasional karena pengurangan konsumsi listrik berbahan bakar fosil; (2) penghematan keuangan negara karena biaya produksi bahan bakar EBT, khususnya panel surya, lebih rendah; dan (3) penurunan biaya produksi pada industri panel surya karena peningkatan permintaan panel surya. Penurunan biaya produksi ini juga akan mendorong penggunaan panel surya bagi rumah tangga, bisnis, dan industri yang lebih masif; (4) peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat peningkatan konsumsi panel surya.
Di samping potensi positif yang dimiliki, terdapat kemungkinan faktor kendala dalam program ini. Salah satunya adalah nilai investasi awal yang relatif besar terutama pengadaan dan pemasangan panel surya tersebut. Selain itu, kendala lainnya berupa input sinar matahari yang relatif terbatas dan tidak stabil pada musim hujan.
Meskipun demikian, tingginya biaya produksi dan pemasangan semestinya akan semakin menurun seiring dengan peningkatan permintaan, teknologi yang semakin maju, dan efisiensi biaya produksi yang meningkat. Sementara stabilitas suplai dari energi matahari dapat dijaga melalui teknologi yang memungkinkan input cadangan dari PLN secara otomatis.
Sebagai simulasi program, dengan penggunaan panel surya sebesar 10% dari total pasokan listrik untuk gedung-gedung pemerintahan dan jalan-jalan umum, maka konsumsi listrik akan hemat sebesar 838 gWh. Dengan asumsi satu panel surya menghasilkan 3,5 kWh per hari (rata-rata 8 jam per hari), maka produksi yang dihasilkan sebesar 1,278 kWh per tahun.
Oleh karena itu, untuk memenuhi 10% konsumsi listrik gedung pemerintah dan jalan-jalan umum tersebut, dibutuhkan sekitar 665 ribu panel surya. Dengan harga sekitar Rp 14 juta per buah, kebutuhan anggaran pengadaan produk tersebut sebesar Rp9,2 triliun atau sekitar Rp1,8 triliun per tahun jika program ini berlangsung selama lima tahun. Asumsi ini belum mempertimbangkan komposisi gedung pemerintah dan jalan umum yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah.