Ruang Gagasan

Ini Dia Biang Kerok Masalah Pangan di Indonesia

Ilustrasi pertanian. [Pexels]

Masalah pangan di Indonesia bagaikan benang kusut yang tak kunjung terurai. Alih-alih fokus pada ketahanan pangan, fluktuasi harga bahan pokok yang tak terkendali selalu menjadi masalah yang belum juga bisa diselesaikan.  Hal ini bagaikan lingkaran setan yang terus berputar, membebani masyarakat, dan menghambat kemajuan bangsa.

Dalam diskusi bertajuk "Pertanian Cerdas untuk Masa Depan Generasi Muda" yang dilakukan secara daring, Prof. Tomy Perdana, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, membeberkan fakta pahit tentang fluktuasi harga pangan di Indonesia. 

"Fluktuasi harga pangan kita selalu menjadi masalah," sebut Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Prof. Tomy Perdana.

Beras, cabai, bawang merah, dan telur menjadi komoditas yang seringkali mengalami lonjakan harga, memicu inflasi dan memukul daya beli masyarakat, terutama kelompok miskin dan rentan.

Mirisnya, fenomena ini bukan cerita baru. Dari tahun ke tahun, siklus ini terus berulang, bagaikan kutukan yang tak berujung. Menurut Prof. Tomy, beberapa faktor kompleks berkontribusi terhadap instabilitas harga pangan, dengan sistem tata kelola pangan yang rapuh sebagai biang keladinya.

"Salah satu contohnya adalah rantai pasokan yang panjang dan tidak efisien, ditambah dengan minimnya infrastruktur penyimpanan dan distribusi," jelasnya lagi.

Lebih lanjut, Prof. Tomy memaparkan bahwa fluktuasi harga pangan bukan hanya penyakit Indonesia. Hampir seluruh negara di dunia mengalami hal serupa, turut memperparah laju inflasi. Kondisi ini diperparah dengan data Global Food Security Index 2022 yang menunjukkan bahwa hampir 193 juta orang di dunia mengalami kerawanan pangan akut, meningkat 40 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya.

"Salah satu penyebab terjadinya kerawanan pangan yaitu peningkatan harga pangan domestik dan diperkirakan harga pangan di seluruh dunia akan terus mengalami kenaikan," ungkap Prof. Tomy.

Melihat kenyataan pahit ini, pertanyaannya adalah: Mampukah kita keluar dari lingkaran setan ini? Ataukah kita akan terus terjebak dalam siklus fluktuasi harga pangan yang tak berkesudahan? Jawabannya ada di tangan kita bersama. 

Diperlukan upaya kolektif dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, hingga masyarakat, untuk membangun sistem pangan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

Inovasi teknologi, seperti pertanian cerdas, dapat menjadi solusi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor pertanian. Di sisi lain, perbaikan infrastruktur dan tata kelola rantai pasokan juga menjadi kunci untuk meminimalisir gejolak harga pangan.

Lebih dari itu, edukasi dan perubahan pola konsumsi masyarakat juga tak kalah penting. Kita perlu didorong untuk lebih bijak dalam mengonsumsi pangan, mengurangi pemborosan, dan mendukung produk lokal.